Bagaimana
tidurmu semalam mas? Kau nyenyak?,
Ah, kau tahu
aku tak bisa merasakan kenyenyakan dalam tidurku selepas aku kau temui lewat
mimpi semalam. Selepas mimpi itu aku
kembali dapat mengingat bagaimana wajah teduhmu menenangkanku. Aku teringat
akan senyum tanggungmu yang mampu menyemangatiku. Rasanya baru kemarin kita
duduk di bawah pohon dekat danau itu, bercerita panjang lebar tentang
mimpi-mimpimu, tentang hidupku. Ingatkah kau berapa lama kemarin itu? Mungkin
tidak ku kira. Tidak begitu jelas juga dalam ingatanku, tapi ku kikira sudah
799 hari telah berlalu sejak terakhir kali kita bicara dengan nyaman. Selepas
hari itupun kita masih juga bicara, tapi obrolan kita makin melantur aku dengan
diriku sendiri dan kau dengan dirimu sendiri. aku mungkin menyesal, tapi
sedikit. Lalu bagaimana denganmu?
Tidak perlu
kau jawab. Aku tak benar-benar ingin tahu. Aku hanya ingin kembali bercerita
padamu. Melepas sedikit rindu yang mulai membukit di dinding hati ini. Aku
ingin tahu bagaimana keadaanmu? Sudahkah kau sarapan pagi ini?. Ya,,itu
pertanyaan konyol. Aku jadi teringat saat dulu aku menanyakanmu pertanyaan yang
serupa dengan penuh kehawatiran, kau hanya tertawa diseberang telepon sana. Kau
terdengar riang menjawab pertanyaanku. Sungguh pipiku memerah saat itu, malu
tak terkira. Itu pertama kalinya aku menghawatirkan seseorang. Aku
menghawatirkan kau yang baru saja memulai hidup baru ditempat yang jauh dari
tempatku berada. Kau yang sendiri Jauh dari keluargamu. Aku benar-benar ingin
tahu alur hidupmu yang baru. Dan aku masih ingin merasa dekat walau terpisahkan
jarak yang bermil-mil jauhnya, terpisahkan oleh lautan. Kau benar-benar jauh
dari pandangan mataku. Saat itu, jika aku merindukanmu, kau bilang aku hanya
perlu melihat bintang yang paling bersinar terang itu. Entah itu bintang apa
namanya, kau tak memberitahuku, akupun tak tahu dan tak ingin bertanya. Gombal.
Hm,,mungkin benar, atau memang benar. Tapi aku benar-benar mengikutinya. Ah,
aku bodoh ya mas?
Mas, tahukah
kau? Danau tempat kita dulu menghabiskan separuh waktu, kini kering.
Hm,,,iya.
Tentu kau tak tahu. Kau terlalu sibuk dan telah sangat jauh. Musim panas tahun
ini begitu panjang, hingga semua air di danau itu menguap tak tersisa. Sama
seperti kenanganmu yang menguap begitu saja selama beberapa waktu. Memoriku
tentangmu terasa menguap begitu saja tanpa ku sadari. Aku terlalu larut dalam
rutinitas yang menuntutku bergerak cepat. Hingga tak sempat mengingat walau
hanya sekedar namamu. Tugas-tugas yang menumpuk menyita seluruh pikiranku dan
menghilangkan sekilas bayang wajahmu, sampai aku tak bisa mengingat bagaimana
kau tersenyum. Aku bahkan tak mampu mengingat bagaimana lukisan matamu yang
teduh. Tapi mimpi semalam membuatku kembali rindu kau, mas. Detail matamu,
hidungmu, senyummu terlukis jelas pada mimpi semalam. Itu cukup untuku.
Mas, aku tak
tahu dimana kau sekarang. Bagaimana keadaanmu. Ku dengar telah ada seseorang
yang lain, itu tak apa. Aku turut senang. Aku juga tak tahu kemana harus
kukirim surat pendekku ini, karena aku memang tak tahu keberadaanmu. Walaupun
nanti aku tahu, aku tak punya nyali membuatmu membaca sekelumit rindu ini. Ku
cukupkan surat ini terpos diblogku saja. Biar saja waktu yang akan mengabarimu,
entah lewat surat ini ataukah dengan caranya yang lain. Ada satu hal yang ingin
aku pinta darimu, sesekali ingatlah aku
dalam sadarmu.